Breaking News

29 Oktober 2021

Sedikit Evaluasi mengenai Survei Lingkungan Belajar


 

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
بسم الله و الحمد لله
اللهم صلى على سيدنا محمد و على أله
 Ùˆ صحبه أجمعين

Salam Sahabat Hanapi Bani.

Ada yang istimewa dari Asesmen Nasional (AN) tahun ini. Pertama, AN dilakukan bukan untuk mengevaluasi, melainkan sebatas mendapat informasi. Karena itu, pola soal yang diberikan kepada siswa tergantung jawabannya. Jika langsung keliru di soal pertama, maka soal selanjutnya secara otomatis akan menyesuaikan diri dengan kemampuan siswa. Artinya, masing-masing siswa akan mendapat soal dengan kesulitan yang berbeda.

Kedua, sebagai pemetaan informasi, AN tak lagi menghakimi. Karena itu, jumlah peserta AN sangat terbatas dan diambil dari siswa di tingkat tengah. Tujuannya, kiranya sekolah mendapat informasi sahih untuk kemudian menjadi bahan refleksi bagi guru dalam melanjutkan pembelajaran sehingga siswa lulus dari sekolah tersebut dengan kemampuan-minimal yang sudah seharusnya dimilikinya.

Ketiga, bahwa yang ikut AN tidak hanya siswa, tetapi juga guru, tepatnya pada bagian survei lingkungan belajar. Harapannya, pemerintah bisa memetakan keberadaan lingkungan sekolah dengan tepat. Disebut tepat karena isian survei yang diberikan diberi label rahasia. Dari pemetaan tersebut kemudian akan dicari solusi untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Keliru

Namun, di tengah berbagai kelebihan AN, ada beberapa poin yang menurut saya keliru dan seharusnya tidak terjadi. Hal itu mengingat AN merupakan program nasional sehingga semestinya menjadi contoh bagi guru di lapangan untuk lebih teliti dalam memberikan soal. Paling tidak, ada dua soal yang menurut saya sangat keliru.

Pertama, ada studi kasus tentang seorang rekan guru yang tak mau melakukan sumpah jabatan karena harus setia pada Pancasila dan UUD '45. Pada studi kasus itu, guru diminta untuk memilih tindakan yang tepat. Masalahnya, subjek dari pilihan-pilihan itu justru murid, bukan rekan-guru tadi. Terkesan sekali panitia pembuat materi hanya bermodal salin-tempel.

Hal yang sama juga berlaku untuk soal lainnya: seseorang di dalam tayangan televisi melakukan penghinaan terhadap lambang negara. Tetapi, poin pilihan jawaban justru pada murid, bukan pada sosok di dalam tayangan tersebut. Kesalahan yang kecil memang, namun elementer, bahkan memalukan. Sebab, kesalahan serupa sudah cukup sering dibuat jadi meme untuk meledek guru sebagai pembuat soal.

Contoh soal itu, misalnya: Andi membeli tiga buah apel dan memberikan sebuah apel itu kepada adiknya. Tinggal berapakah anggur milik Andi?

Siswa yang menjawab soal itu pasti akan kebingungan karena latar belakang soal adalah apel, tetapi yang jadi pertanyaan malah jadi anggur. Sampai-sampai soal identik, yang saya curigai direproduksi ulang oleh orang tak bertanggung jawab, dibuat semata untuk meledek guru. Tetapi, ternyata, panitia pembuat soal dengan status sebagai skala nasional, bahkan menghabiskan biaya negara yang tak sedikit, justru melakukan kesalahan yang lebih konyol dari guru.

Selain kekurangtelitian, ada beberapa hal pokok yang juga justru luput, yaitu survei lingkungan secara fisik. Secara nonfisik, survei tema lingkungan belajarnya memang sudah cukup beragam mulai dari toleransi agama, toleransi ras, hingga toleransi gender.

Survei nonfisik lainnya juga sudah menyangkut tentang narkoba dan pelecehan seksual. Kiranya dengan survei itu guru semakin profesional. Sebab, secara implisit, dengan bentuk studi kasus, survei itu cukup membantu dan mengarahkan guru dalam menyelesaikan masalah-masalah.

Namun, yang patut disurvei juga adalah lingkungan belajar secara fisik. Sebab, hingga saat ini masih banyak sekolah yang ketinggalan dalam pembangunan fisik. Survei lingkungan fisik ini sejatinya bisa dibuat sebagai data pembanding pada laporan sekolah yang sebelumnya digunakan untuk kepentingan akreditasi.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak sekolah menukangi data administratif untuk keperluan akreditasi sekolah. Dan, survei dari AN ini bisa kian digunakan untuk menguji keabsahan data-data administratif tersebut.

Sebab, sekali lagi, lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap kemajuan pendidikan. Karena itulah para praktisi pendidikan modern selalu mendesain ruang belajar senyaman mungkin mulai dari segi pewarnaan ruang kelas hingga penyediaan instrumen musik klasik. Hal itu dibuat karena lingkungan fisik membantu keberhasilan pembelajaran. Bayangkan jika sebuah sekolah belum punya kamar kecil!

Hal luput lainnya adalah survei lingkungan fisik dari segi kelengkapan sarana. Barangkali pemerintah beranggapan bahwa sarana pembelajaran sudah dilengkapi seiring kucuran dana BOS yang besar. Tetapi, fakta di lapangan justru berseberangan.

Dalam sebuah liputan media pada 20 November 2020, ditunjukkan bahwa siswa yang memiliki buku pelajaran justru tak sampai setengah (47,4 persen). Dari ruang kelas IV yang diamati, hampir sepertiganya tidak memiliki bahan ajar minimum, seperti papan tulis dan buku catatan. Malah, ada kesimpulan, lebih dari 40 persen sekolah mengalami kekurangan infrastruktur minimum.

Langkah Lanjutan

Di luar hal-hal yang luput itu, kiranya juga ada langkah lanjutan dalam mengeksekusi kebijakan, khususnya dari segi kepemimpinan kepala sekolah. Sebab, pada survei melalui AN ini, para guru diberi kesempatan untuk menilai kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelaborasikan visi-misi sekolah.

Sejauh ini, penilaian kinerja kepemimpinan kepala sekolah jauh dari objektivitas. Guru seakan tak berhak untuk menilai sehingga kepala sekolah fokus untuk berurusan dengan dinas. Pada survei lingkungan belajar kali ini, guru diberi kesempatan untuk menilai kepemimpinan kepala sekolah seobjektif mungkin dengan label rahasia.

Namun, supaya berdampak, hasil penilaian kepemimpinan kepala sekolah ini sebaik-baiknya diberikan kepada pihak bersangkutan sebagai bahan refleksi baginya. Sebab, bagaimana pun, tak bisa dimungkiri bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap kesuksesan pembelajaran di lingkungan sekolah tersebut.

Memang, posisi kepala sekolah selama ini sangat dilematis, bahkan politis. Sering kali mereka dinilai bukan lagi dari kinerjanya, melainkan dari faktor like-dislike. Sudah seharusnya hasil AN kali ini dibuat lebih aplikatif dan bukan sebatas survei semata.

Artinya, sebaiknya promosi dan mutasi kepala sekolah dilakukan berdasarkan pada kinerjanya, yang salah satunya bisa dilihat dari hasil AN. Dengan begitu, kita akan mendapatkan dampak besar dari AN secara holistik: guru/kepala sekolah, lingkungan belajar, serta siswa.

Jika hal itu sudah berjalan, impian kita untuk mengatrol kualitas pendidikan Indonesia tinggal menunggu waktu. Sebab, pada gilirannya, kepemimpinan kepala sekolah akan semakin profesional untuk menyandingkan ide-ide dari guru dan masyarakat setempat. Jika tidak, maka AN kali ini hanya sebatas penambah pesimisme belaka.

Oleh : Riduan Situmorang guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Doloksanggul-Humbang Hasundutan


Demikian informasi yang dapat kami sampaikan tentang
"Sedikit Evaluasi mengenai Survei Lingkungan Belajar", semoga bermanfa'at.  

 
Terimakasih atas kunjungannya, mohon doa' agar blog ini terus berkembang dan berguna bagi semua orang.
Memberi manfa'at dunia dan akhirat.

Untuk mendapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook dari website ini silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI

atau gabung Group kami;

Youtube ;(Klik DISINI)
WA 1 ; (Klik DISINI)
WA 2 ; (Klik DISINI)
WA 3 ; (Klik DISINI)
WA 4 ; (Klik DISINI)

WA 5 ; (Klik DISINI)
WA 6 ; (Klik DISINI)
WA 7 ; (Klik DISINI)
Telegram ; (Klik DISINI)
Bip ; 
(Klik DISINI)

Ùˆ ØµÙ„Ù‰ على سيدنا محمد Ùˆ على أله
 Ùˆ صحبه أجمعين
ثم السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Protected by Copyscape
0 Comments

Tidak ada komentar:

Translate

Artikel Terbaru

Catat, Ini Enam Gagasan Menag Nasaruddin untuk Pemberantasan Korupsi

  Menag Nasaruddin Umar sedang menyampaikan gagasannya tentang Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi, di Jakarta, Jumat (13/12/2024) السلا...

Powered by BeGeEm - Designed Template By HANAPI