Breaking News

17 Mei 2019

Ini Penyebab Utama Gaji Ke-13 dan THR PNS/TNI/Polri Gagal Dibayar Tanggal 24 Mei, Cek Tanda Merah

 www.hanapibani.com


GAJI ke-13 dan THR bagi para PNS, ASN, prajurit TNI-Polri maupun para pensiunan kemungkinan tak bisa dibayarkan sesuai rencana, 24 Mei 2019. Penyebabnya karena adanya Pasal 10 PP 35 tahun 2019.
Kenapa pembayaran THR PNS ditunda?
Apa penyebabnya THR PNS tak akan cair?
Apa penyebab THR TNI-Polri tak akan cair 24 Mei?
Pertanyaan-pertanyaan seputar gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) tersebut disampaikan sejumlah Pegawai Negeri Sipil.
Pertanyaan itu muncul setelah ada pemberitaan di media mainstream maupun viral di media sosial yang menginformasikan kemungkinan penundaan pembayaran gaji ke-13 dan THR itu.
Berita itu muncul setelah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengirimkan surat untuk dilakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No 35 tahun 2019.
PP 35 tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, atau Tunjangan Ketiga Belas Kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun Atau Tunjangan.
PP ini diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Mei 2019.
Surat ini ditujukan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Ini akan mengakibatkan pemberian gaji, pensiun, atau tunjangan ke-13 dan THR tidak tepat waktu, seperti yang disampaikan Bapak Presiden.
Mengingat penyusunan Perda membutuhkan waktu yang cukup lama," tulis Tjahjo dalam suratnya.
Peraturan Daerah (Perda) yang dimaksudkan Menteri Tjahjo Kumolo mengacu pada Pasal 10 PP No 35 tahun 2019 
Menelusuri apa bunyi pasal 10 PP 35 tahun 2019 yang penyebab tertundanya pembayaran gaji ke-13 dan THR.
Dalam Pasal 10 PP 35/2019 itu ada dua ayat yang bisa dibilang saling tumpang tindih atau bertentangan.
Ayat (1) mengatur pembayaran gaji ke-13 atau THR dibayar melalui APBN yang diatur melalui Peraturan Menteri yang mengurusi masalah keuangan.
Tapi di ayat (2) disebutkan bahwa pembayaran gaji ke-13 dan THR melalui APBD diatur dengan Peraturan Daerah (Perda).
Inilah bunyi Pasal 10 PP 35 tahun 2019:
Pasal 1O:
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pemberian gaji, pensiun, atau tunjangan ketiga belas yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pemberian gaji, pensiun, atau tunjangan ketiga belas yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 10 PP No 35 tahun 2019 yang mengatur pemberian THR dan gaji ke-13 bagi PNS/Polri/TNI dan para pensiunan mengubah Pasal 10 PP No 19 tahun 2016. PP terbaru yang diteken Presiden Jokowi tahun 2019 ini mengatur adanya Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar pemberian gaji ke-23 dan THR. (Wartakotalive.com/PP 35 tahun 2019)
Pasal 10 PP 35/2019 ini berbeda dengan Pasal 10 PP No 19 tahun 2016 yang tidak lagi menyebut masalah Perda sebagai dasar hukum pemberian gaji ke-13 dan THR.
Dalam pandangan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, jika Pasal 10 PP 35 tahun 2019 itu tidak direvisi, pembayaran gaji ke-13 dan THR justru bisa tertunda lebih lama lagi.
Dalam pandangan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, jika Pasal 10 PP 35 tahun 2019 itu tidak direvisi, pembayaran gaji ke-13 dan THR justru bisa tertunda lebih lama lagi.
Revisi itu dinilai penting untuk kelancaran pencairan THR dan gaji ke-13 bagi Aparat Sipil Negara (ASN) di daerah.
Permohonan Mendagri ini tertuang dalam surat Menteri Dalam Negeri tanggal 13 Mei 2019 bernomor 188.31/3746/SJ.
Surat ini ditujukan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Dalam surat tersebut, Tjahjo meminta agar segera mengubah pasal 10 ayat 2 supaya pemberian gaji, pensiun, tunjangan ke-13 dan THR tepat waktu.
"Ini akan mengakibatkan pemberian gaji, pensiun, atau tunjangan ke-13 dan THR tidak tepat waktu, seperti yang disampaikan Bapak Presiden," tulis Tjahjo dalam suratnya.
Untuk menghasilkan Perda, pemda harus membahas bersama dengan DPRD. 
Mendagri melihat dengan kondisi pasca pemilu serta Ramadan, tidak akan efektif menghasilkan perda dalam waktu singkat.
Padahal, pencairan THR paling lambat 10 hari sebelum perayaan Lebaran.
Aturan itu juga timpang dengan pencairan THR dan gaji ke-13 yang bersumber dari APBN.
Dimana Pasal 10 ayat 1 dari kedua PP menyebut pemberian THR dan gaji ke-13 dari APBN cukup menggunakan peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Perda Diubah Jadi Peraturan Kepala Daerah
Sementara Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bachtiar, membenarkan surat tersebut.
Pemerintah juga sudah membahas masalah ini dan menemukan solusi.
"Rapat kemarin di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menyepakati perubahan redaksi pasal 10 ayat 2 PP 35 tahun 2019 dan pasal 10 ayat 2 PP 26 tahun 2019 melalui distribusi II, dimana perubahan redaksi dari Perda diubah jadi peraturan kepala daerah (Perkada)," terang Bachtiar, Selasa (14/5).
Sedangkan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemkeu, Nufransa Wirasakti membenarkan pernyataan di atas. PP 35 dan 36 Tahun 2019 segera diubah.
"Proses perubahannya akan melibatkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Sekretariat Negara," kata Nufransa.
Namun belum jelas kapan revisi PP tersebut keluar. Hanya saja, pemerintah berkomitmen menyalurkan THR sesuai aturan berlaku.
Rincian THR PNS, TNI, Polri, Pensiunan
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah meneken aturan pemberian THR tersebut pada Jumat (10/5).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 Tahun 2019.
Dalam beleid tersebut dijelaskan besaran THR yang akan diterima sebesar satu kali gaji pada bulan April 2019.
"THR dibayarkan paling cepat sepuluh hari kerja sebelum tanggal hari raya Idul Fitri," tertulis dalam beleid tersebut.
Sri Mulyani mengatakan pencairan THR dilaksanakan pada 24 Mei 2019 mendatang.
Kendati demikian PMK 59/2019 menjelaskan apabila THR belum dapat dibayarkan sesuai tanggal yang ditetapkan pemerintah maka akan dibayarkan setelah tanggal hari raya.
Total anggaran untuk THR ini sebesar Rp 20 triliun. Apabila ditambah dengan gaji ke-13 maka anggaran yang digelontorkan sebesar Rp 40 triliun.
THR yang diterima bagi PNS, prajurit TNI, anggota Polri dan Pejabat Negara meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, dan tunjangan kinerja.
Tunjangan jabatan terdiri dari tunjangan jabatan struktural, tunjangan jabatan fungsional dan tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan seperti tunjangan tenaga kependidikan, tunjangan penitera, dan tunjangan juru sita.
THR yang diterima oleh pensiunan meliputi pensiun pokok, tunjangan keluarga dan/atau tunjangan tambahan penghasilan.
Tunjangan tambahan penghasilan merupakan tambahan penghasilan bagi penerima pensiun yang karena perubahan pensiun pokok baru tidak mengalami kenaikan penghasilan.
Mengalami penurunan penghasilan, atau mengalami kenaikan penghasilan tetapi kurang dari empat persen.
THR penerima tunjangan menerima tunjangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, penerima pensiun dan penerima tunjangan menerima lebih dari satu penghasilan maka THR yang diberikan merupakan salah satu yang jumlahnya terbesar.
Apabila menerima THR lebih dari satu maka wajib dikembalikan ke negara.
Kendati begitu, apabila PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, penerima pensiun dan penerima tunjangan sekaligus sebagai penerima pensiun janda/duda atau penerima tunjangan janda/duda maka diberikan THR sebanyak dua kali.
THR tersebut adalah THR sekaligus THR penerima pensiun janda/duda atau THR penerima tunjangan janda/duda.
Karyawan Swasta
Menteri Ketenagakerjaan M.Hanif Dhakiri meminta perusahaan segera membayar tunjangan hari raya (THR) paling lambat tujuh hari (H-7) sebelum Hari Raya Idul Fitri/Lebaran.
"THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Kita minta perusahaan memastikan pembayaran THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Hanif di keterangannya, Rabu (8/5/2019).
Hanif mengatakan, pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Besaran THR bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, memperoleh THR 1 bulan upah.
Sedangkan bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, THR-nya diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.
Sementara itu, bagi pekerja harian lepas yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, besaran THR-nya berdasarkan upah 1 bulan yang dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sedangkan bagi pekerja lepas yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
"Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan.
Maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebisaan yang telah dilakukan," kata Menaker Hanif.
Dirinya mengimbau, pembayaran THR yang mengacu pada regulasi diharapkan dapat dilakukan maksimal dua minggu sebelum lebaran, agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik.
"Kita juga akan segera menerbitkan surat edaran THR kepada para Kepala Daerah dan membuka posko pengaduan THR.
Bagi pekerja yang THR-nya tidak dibayarkan bisa mengadu ke posko pengaduan THR yang akan dibuka di dinas-dinas tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota serta di tingkat yaitu di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan," tutur Hanif.
Sebelumnya, pemerintah memastikan THR bagi PNS, TNI, Polri, dan pensiunan akan dicairkan pada 24 Mei 2019.
CPNS 2018 dan Honorer
Melalui akun Twitternya, BKN menjelaskan jika para ASN dari CPNS 2018 belum akan menerima THR dan juga gaji ke-13.
"@BKNgoid kami yg CPNS 2018ikutan dapat atau gak ya mimin THR dan 13,, mohon kepastian nya biar gak terlalu ngarep," tanya seorang netter.
Admin Twitter BKN pun menjawab, CPNS 2018 tidak akan menerima.
 "Untuk kepastian di hatimu, lebih baik mimin sampaikan TIDAK TERIMA."
"Begitu saja koq bingung, tak perlu berhayal. Kamu cukup bekerja dg baik & benar. Rejeki tak khan ke mana," tulis BKN.
Akan tetapi, kemungkinan akan ada perbedaan bagi CPNS 2018 yang telah menerima SK PNS.
Jika sampai Juni 2019, para CPNS 2018 belum mendapatkan SK CPNS, maka tidak berhak atas THR yang dicairkan pada 24 Mei mendatang.
"Mimin tahu. Tapi case kalian beda2. Jika sampai Juni 2019 blm terima SK CPNS, masa berhak atas THR yg dikeluarkan 24 Mei? Common, be smart."
"Kamu tak perlu berandai2, bekerja saja sebaik2nya. Hindari diri dr pikiran2 blunder," tegas BKN.
Gimana dengan para honorer? Sejauh ini belum ada dasar hukum yang mengatur pemberian THR bagi honorer.
Sekdin Bakuda Bangka Selatan, Riswadi mengatakan sesuai acuan PP nomor 35 36 tahun 2019, pembayaraan THR dimulai sebelum 10 hari menjelang Lebaran.
"Kalau di PP tersebut, THR ini diberikan kepada seluruh PNS, kepala daerah, anggota DPRD dan pensiunan PNS.
Untuk honorer, sampai saat ini belum ada dasar hukum nya. Sebetulnya kami juga prihatin, tetapi apa boleh buat," ujar Riswandi.
2 Comments

2 komentar:

AQUATIC ESSENCE mengatakan...

enak kali ya jadi pns, dapet gaji 13 hahahaha

Tokoumpan.com mengatakan...

mantap,.. meski telat tetep dapet

Translate

Artikel Terbaru

Undangan Sosialisasi Teknis Penyusunan Proposal Bantuan Pokja Guru dan Tendik Tahun 2024 secara Online

السلام عليكم Ùˆ رحمة الله Ùˆ بركاته بسم الله Ùˆ الحمد لله اللهم صل Ùˆ سلم على سيدنا محمد Ùˆ على أله  Ùˆ صحبه أجمعين Salam Sahabat  Hanapi Bani . ...

Powered by BeGeEm - Designed Template By HANAPI