Breaking News

02 November 2021

Hukum Memakan Kepiting Menurut Imam Empat Mazhab


السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
بسم الله و الحمد لله
اللهم صلى على سيدنا محمد و على أله
 و صحبه أجمعين

Salam Sahabat Hanapi Bani.

Kepiting termasuk jenis makanan yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Kuliner yang menyajikan kepiting banyak yang diperjualbelikan, terutama di daerah wisata. Bisa dibilang, makanan yang menu utama kepiting banyak digemari wisatawan, domestik ataupun mancanegara.

Nah dalam fikih Islam, bagaimana hukum memakan kepiting?

Para ulama fikih, terutama ulama dari empat mazhab, berbeda pendapat mengenai hukum memakan kepiting. Ada ulama yang membolehkan dan menghukumi halal makan kepiting. Namun juga ada sebaliknya—yang menyebutkan kepiting makanan yang haram. Berikut penjelasannya.

Pertama, ulama yang menganggap makan kepiting halal. Pendapat ini datang dari ulama  mazhab Maliki dan mazhab Hanbali, yang menjelaskan bahwa kepiting halal dikonsumsi.  Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah memberikan penjelasan terkait halalnya kepiting sebagai berikut:

 كُلُّ مَا يَعِيْشُ فِي الْبَرِّ مِنْ دَوَابِّ الْبَحْرِ لَا يَحِلُّ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ كَطَيْرِ الْمَاءِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَكَلْبِ الْمَاءِ إِلَّا مَا لَا دَمَ فِيْهِ كَالسَّرَطَانِ فَإِنَّهُ يُبَاحُ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ 

Setiap apa yang (dapat) hidup di daratan berupa binatang melata laut itu tidak halal, tanpa disembelih (terlebih dahulu), seperti burung laut, penyu, dan anjing laut. Kecuali binatang yang tidak memiliki darah, seperti kepiting, maka boleh dimakan tanpa disembelih. 

Seorang ulama bermazhab Maliki bernama Ibnu Abdil Bar dalam al-Kafi menyebutkan: 

وَصَيْدُ البَحْرِ كُلُّهُ حَلَالٌ إِلَّا أَنَّ مَالِكاً يَكْرَهُ خِنْزِيْرَ الْمَاءِ لِاسْمِهِ وَكَذَلِكَ كَلْبُ الْمَاءِ عِنْدَهُ وَلَا بَأْسَ بِأَكْلِ السَّرَطَانِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَالضِّفْدَعِ 

Dan binatang buruan laut semuanya halal, hanya saja imam Malik memakruhkan babi laut karena namanya, begitu pula anjing laut, menurutnya. Dan tidak haram memakan kepiting, penyu, dan katak. 

Pendapat serupa dikatakan oleh Ibnu Muflih al Hanbali dalam kitab al-Mubdi' fi Syarh al-Muqni' bahwa kepiting merupakan hewan yang halal untuk dikonsumsi. Alasannya kebolehan memakan kepiting adalah sebab darahnya tidak mengalir. Ibnu Muflih berkata:

 وَعَنْهُ – أَيْ عَنْ أَحْمَدَ - فِي السَّرَطَانِ وَسَائِرِ الْبَحْرِيْ : أَنَّهُ يَحِلُّ بِلَا ذَكَاةٍ؛ لِأَنَّ السَّرَطَانَ لَا دَمَ فِيْهِ 

Dan dari imam Ahmad tentang hukum kepiting dan berbagai binatang laut: Ia halal sekalipun tidak disembelih, sebab kepiting tidak memiliki darah (mengalir).

Sementara menurut dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah dijelaskan bahwa ulama dari kalangan mazhab Hanbali menyatakan kepiting hewan yang halal dimakan, tetapi dengan syarat: kepiting itu harus disembelih dahulu

Tata cara menyembelih kepiting adalah dengan melukai bagian tubuhnya hingga ia mati. Simak penjelasan dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut:

وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ فِي الْحَيَوَانِ الْبَرْمَائِيِّ، كَكَلْبِ الْمَاءِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَالسَّرَطَانِ إِلَى أَنَّهُ إِنَّمَا يَحِل بِالتَّذْكِيَةِ.. وَقَدْ قَالُوا: إِنَّ كَيْفِيَّةَ ذَكَاةِ السَّرَطَانِ أَنْ يُفْعَل بِهِ مَا يُمِيتُهُ، بِأَنْ يُعْقَرَ فِي أَيِّ مَوْضِعٍ كَانَ مِنْ بَدَنِهِ

Ulama Hanabilah berpendapat mengenai hukum hewan barma-i, seperti anjing laut, kura-kura, dan kepiting, bahwa hukumnya halal dengan syarat disembelih. Mereka mengatakan bahwa cara menyembelih kepiting adalah mematikannnya dengan melukai salah satu bagian tubuhnya.

Adapun ulama yang mengharamkan mengosumsi kepiting adalah mazhab Syafi’i dan Hanafi. Menurut ulama Syafiiyah, alasan utama haramnya memakan kepiting, sebab hewan itu termasuk jenis al-hayawan al barmai  (ampibi) atau hewan yang bisa dalam dua alam; hidup di darat dan laut, seperti halnya buaya, katak dan kura-kura. Ini alasan keharamannya. Simak penjelasan Imam Nawawi berikut:

وَعَدَّ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ مِنْ هَذَا الضَّرْبِ الضِّفْدَعَ وَالسَّرَطَانَ، وَهُمَا مُحَرَّمَانِ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيْحِ الْمَنْصُوْصِ، وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ 

Syekh Abu Hamid dan Imam al-Haramain memasukkan katak dan kepiting ke dalam jenis  binatang yang dapat hidup di dua tempat. Dua binatang tersebut diharamkan menurut pendapat yang shahih dan tercatat dalam mazhab. Dan menghukumi haram ini, mayoritas ulama mazhab memutuskan.

Lebih jelas simak penjelasan Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut:

وَيَحْرُمُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ الْحَيَوَانُ الْبَرْمَائِيُّ أَيِ الَّذِي يُمْكِنُ عَيْشُهُ دَائِمًا فِي كُلٍّ مِنَ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نَظِيرٌ فِي الْبَرِّ مَأْكُولٌ. وَقَدْ مَثَّلُوا لَهُ بِالضُّفْدَعِ، وَالسَّرَطَانِ، وَالْحَيَّةِ، وَالنَّسْنَاسِ،  وَالتِّمْسَاحِ، وَالسُّلَحْفَاةِ. وَتَحْرِيمُ هَذَا النَّوْعِ الْبَرْمَائِيِّ هُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ الرَّافِعِيُّ وَالنَّوَوِيُّ فِي  الرَّوْضَةِ  وَأَصْلُهَا وَاعْتَمَدَهُ الرَّمْلِيُّ

Haram menurut ulama Syafiiyah hewan barma-i, yaitu hewan yang bisa hidup lama di darat dan laut jika tidak ada hewan yang sama dan dapat dimakan di darat. Ulama Syafiiyah mencontohkan hewan barma-i ini dengan katak, kepiting, ular, nasnas, buaya, kura-kura. Keharaman hewan barma-i ini adalah sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Rafii, Imam Al-Nawai dalam kitab Al-Raudah dan kitab asal Al-Raudhah, dan dipegang oleh Imam Al-Ramli.

Sedangkan mazhab Hanafi mengharamkan kepiting, karena mazhab ini berpendapat bahwa binatang yang ada di laut yang halal untuk dikonsumsi itu hanya ikan saja. Adapun binatang selain ikan, maka hukumnya haram, sekalipun hewan itu hidup di laut. 

Hal ini dapat dirujuk pada pendaat Imam Ibnu Abidin Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, yang jelas mengungkapkan hal tersebut. Berikut penjelasan Mazhab Hanafi:

وَمَا عَدَا أَنْوَاعُ السَّمَكِ مِنْ نَحْوِ إِنْسَانِ الْمَاءِ وَخِنْزِيْرِهِ خَبِيْثٌ فَبَقِيَ دَاخِلًا تَحْتَ التَّحْرِيْمِ. وَحَدِيْثُ (هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ وَالْحِلُّ مَيْتَتُهُ) الْمُرَادُ مِنْهُ السَّمَكُ "

Dan selain berbagai macam ikan, seperti manusia laut (putri duyung) dan hewan babi laut, adalah tergolong  hewan yang menjijikkan dan dimasukkan pada kategori haram. Adapun hadits Nabi yang berbunyi; (Laut itu suci airnya dan halal bangkainya), maksudnya dari hadis ini adalah ikan.

Demikian perbedaan pendapat ulama empat mazhab terkait hukum memakan dan mengosumsi kepiting. Semoga bermanfaat.

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan tentang "Hukum Memakan Kepiting Menurut Imam Empat Mazhab", semoga bermanfa'at.  
 
Terimakasih atas kunjungannya, mohon doa' agar blog ini terus berkembang dan berguna bagi semua orang.
Memberi manfa'at dunia dan akhirat.

Untuk mendapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook dari website ini silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI

atau gabung Group kami;

Youtube ;(Klik DISINI)
WA 1 ; (Klik DISINI)
WA 2 ; (Klik DISINI)
WA 3 ; (Klik DISINI)
WA 4 ; (Klik DISINI)

WA 5 ; (Klik DISINI)
WA 6 ; (Klik DISINI)
WA 7 ; (Klik DISINI)
Telegram ; (Klik DISINI)
Bip ; 
(Klik DISINI)

و صلى على سيدنا محمد و على أله
 و صحبه أجمعين
ثم السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Protected by Copyscape

0 Comments

Tidak ada komentar:

Translate

Artikel Terbaru

Kumpulan Materi Pembelajaran Fikih Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah

  السلام عليكم و رحمة الله و بركاته بسم الله و الحمد لله اللهم صل و سلم على سيدنا محمد و على أله  و صحبه أجمعين Salam Sahaba...

Powered by BeGeEm - Designed Template By HANAPI