Breaking News

17 Februari 2019

Mendikbud: "Guru Bukan Polisi atau Hakim yang Menghukum Siswa Nakal".

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menutup acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan atau RNPK 2019.

Mendikbud: "Guru Bukan Polisi atau Hakim yang Menghukum Siswa Nakal".
Sebelum resmi menutup, Muhadjir menyampaikan pesan kepada Kepala Dinas Pendidikan di kabupaten, kota, maupun provinsi agar para guru dapat menjaga kewibawaannya masing-masing.
Karena dirinya meyakini, para guru sudah profesional setelah kuliah bertahun-tahun untuk menjaga dan merawat kewibawaan, terutama di hadapan para siswa.
"Jangan sampai kemudian karena dia gagal menjaga kewibawaan, terutama di depan siswa, maka harkat dan martabatnya luruh," ujar Muhadjir di lokasi, Rabu (13/2).
Dia menilai, apabila seorang guru tidak bisa menjaga kewibawaannya, maka guru tersebut tak dapat menjadi tauladan dan panutan bagi siswanya.
"Dan satu-satunya tempat siswa berkaca, meniru, melakukan proses imitasi, tetapi panutan itu (guru) manut (nurut). Nah kalau sudah enggak wibawa, enggak mungkin muridnya manut, bahkan mungkin muridnya bisa melawan, bahkan bisa melecehkan. Ini yang penting," paparnya.
Muhadjir mengakui ada dilema saat berhadapan dengan para siswa yang mempunyai perilaku khusus tersebut, biasa disebut juvenile delinquency atau anak nakal.
"Kalau dalam dunia pendidikan disebut juvenile delinquency. Juvenile delinquency itu jangan berharap tidak pernah ada, karena itu dibahas dalam teori pendidikan, fenomena itu pasti ada," ucapnya.
Apalagi, kata dia, di Indonesia ada 41 juta siswa, sehingga tidak mungkin tidak ada siswa nakal.
"Kalau 41 juta siswa, kalau misalkan ada 10 saja (siswa nakal), itu menurut saya bukan suatu hal yang istimewa. Kalau ada 100 saja juga bukan hal istimewa, cuma memang kalau misalnya muncul ke permukaan, nah itu memang itu seru," tuturnya.
"Seru itu, kalau itulah kondisi sekolah kita secara nasional, padahal, itu kasus yang kalau dibanding populasi siswa kita sangat tidak seberapa," sambung Muhadjir.
Tetap Harus Diatasi
Meski begitu, Muhadjir menegaskan permasalahan juvenile delinquency bukan tidak boleh diatasi.
Karena menurutnya, di situlah tujuan utama guru profesional mengawasi anak-anak juvenile delinquency.
"Karena itu sebagai seorang pendidik, tentu saja bukan seorang polisi, juga bukan seorang hakim, kemudian lebih mengedepankan tentang sanksi (untuk siswa juvenile delinquency)," kata dia.
Muhadjir menegaskan, para guru harus menggunakan otak, pikiran, dan hati untuk memikirkan bagaimana menanggulangi siswa juvenile delinquency agar mereka bisa menemukan jati dirinya dengan baik.
"Karena tugas pendidikan itu bukan menghukum. Kalau seandainya menghukum pun dalam rangka mendidik," ucapnya.
Dia mengingatkan, jangan sampai para guru menggunakan perspektif hakim dan polisi untuk menghukum para siswanya.
"Kalau seorang pendidik, melihat bagaimana dia (siswa nakal) adalah seorang yang harus dipulihkan keadaannya menjadi manusia yang wajar," kata Muhadjir.
Karena dirinya tak menutup kemungkinan, siswa juvenile delinquency setelah menemukan jati dirinya justru bisa menjadi siswa paling hebat.
"Ini saya tidak mencari apologize mencari pembenaran, tapi kalau anak nakal, tugas kita adalah bagaimana mengarahkan dia menjadi anak yang betul-betul menemukan jati dirinya," pungkas Muhadjir.



Reporter: Devira Prastiwi
Sumber: Liputan6.com
0 Comments

Tidak ada komentar:

Translate

Artikel Terbaru

Kemenag Beri Pelindungan Jamsostek 165.768 Guru Madrasah Non ASN melalui BPJS

  Direktur GTK Madrasah السلام عليكم Ùˆ رحمة الله Ùˆ بركاته بسم الله Ùˆ الحمد لله اللهم صل Ùˆ سلم على سيدنا محمد Ùˆ على أله  Ùˆ صحبه أجمعين Salam ...

Powered by BeGeEm - Designed Template By HANAPI