Breaking News

09 Maret 2021

"Pengertian, Hukum, Rukun dan Syarat serta Hikmah Pinjam-meminjam" - Materi Fikih MI


السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
بسم الله و الحمد لله
اللهم صلى على سيدنا محمد و على أله
 Ùˆ صحبه أجمعينmat

Di lingkungan masyarakat dimana kita berada, diperlukan pergaulan dengan warga sekitarnya karena kehidupan itu membutuhkan pertolongan orang lain. Salah satu bentuk interaksi dalam pergaulan di masyarakat adalah pinjam meminjam dengan sesama warga. 

Saling pinjam meminjam sangat dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Perhatikanlah upaya yang dilakukan oleh ibu ketika menyiapkan peralatan untuk mengadakan kenduri atau tasyakuran. Beliau berusaha menyediakan peralatan yang dibutuhkan dengan cara meminjam kepada tetangga yang memiliki. 

Pinjam meminjam sangat penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat karena dapat mempererat ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan sesama umat Islam.

A. Pengertian Pinjam Meminjam

Pinjam meminjam dalam istilah fikih disebut ‘ariyah. ‘Ariyah berasal dari bahasa Arab yang artinya pinjaman. 

Pinjam-meminjam menurut istilah ‘Syara” ialah Aqad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya secara utuh, tepat pada waktunya.

Semua benda yang bisa diambil manfaatnya dapat dipinjam atau dipinjamkan. Peminjam harus menjaga barang tersebut agar tidak rusak, atau hilang. 

Peminjam hanya boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjam. Sebagai bentuk tolong menolong, pinjam meminjam merupakan bentuk pertolongan kepada orang yang sangat membutuhkan suatu barang.

Pinjam meminjam dalam kehidupan sehari-hari dapat menjalin tali silaturrahim, menumbuhkan rasa saling membutuhkan, saling menghormati, dan saling mengasihi. Oleh karena itu, pinjam meminjam harus dilandasi dengan semangat dan nilai-nilai ajaran Islam.

Allah Swt. memberikan tuntunan, agar pinjam meminjam dicatat dengan teliti mengenai syaratnya, waktu pengembaliannya, cicilannya, jaminannya, dan bagaimana penyelesaiannya jika terjadi permasalahan. 

Hal ini semata-mata untuk memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pemilik barang dan peminjam. Namun kenyataannya kita terkadang mengabaikan hal tersebut karena alasan sudah saling kenal dengan peminjam, masih saudara, tetangga dekat, atau nilai barang tidak seberapa. 

Padahal pencatatan itu sebenarnya untuk menghindari terjadinya masalah di kemudian hari. Sebagaimana firman Allah dalam alQuran Surah Al-Maidah ayat 2:

 ÙˆَÙ„َا تَعَاوَÙ†ُÙˆۡا عَÙ„َÙ‰ الۡاِØ«ۡÙ…ِ ÙˆَالۡعُدۡÙˆَانِ‌ ۖ ÙˆَاتَّÙ‚ُوا اللّٰÙ‡َ ‌ؕ اِÙ†َّ اللّٰÙ‡َ Ø´َدِÙŠۡدُ الۡعِÙ‚َابِ

Artinya:
 … Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. …. (QS. AlMāidah [5]:2) 

Dari Abu Hurairah ra. berkata, telah bersabda Rasulullah Saw yang artinya:
“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. (HR Muslim: 2699, at-Turmudziy: 1930, 1425, 2945, Abu Dawud: 4946, Ibnu Majah: 225 dan Ahmad: II/ 252, 296, 500, 514)

Sering kita mendengar berita di televisi tentang penggelapan barang pinjaman, penyalahgunaan barang pinjaman, dan pertengkaran karena masalah pinjam meminjam uang yang kadang berakibat kematian seseorang. 

Oleh karena itu, mulai sekarang kita harus melakukan pencatatan urusan pinjam meminjam, termasuk saksi dan perjanjiannya apabila barang yang dipinjam memiliki nilai jual yang tinggi. 

Sebaiknya dalam urusan pinjam meminjam itu ada orang yang meminjam, orang yang meminjamkan, dan saksi.

B. Hukum Pinjam Meminjam

Pinjam-meminjam hukumnya bisa berubah tergantung pada kondisi yang menyertainya. 

Hukum pinjam meminjam dalam syariat Islam dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu: 

a. Mubah, artinya boleh, ini merupakan hukum asal dari pinjam meminjam. 

b. Sunnah, artinya pinjam meminjam yang dilakukan merupakan suatu kebutuhan akan hajatnya, lantaran dirinya tidak punya, misalnya meminjam sepeda untuk mengantarkan tamu, meminjam untuk keperluan sekolah anaknya dan sebagainya. 

c. Wajib, artinya pinjam meminjam yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak dan kalau tidak meminjam akan menemukan suatu kerugian misalnya: ada seseorang yang tidak punya kain lantaran hilang atau kecurian semuanya, maka apabila tidak pinjam kain pada orang lain akan telanjang, hal ini wajib pinjam dan yang punya kain juga wajib meminjami. 

d. Makruh, artinya jika pinjam meminjam berdampak pada hal yang makruh. Seperti meminjamkan hamba sahaya untuk bekerja kepada seorang kafir.

e. Haram, artinya pinjam meminjam yang dipergunakan untuk kemaksiatan atau untuk berbuat jahat, misalnya seseorang meminjam pisau untuk membunuh, hal ini dilarang oleh agama. Contoh lain, pinjam tempat (rumah) untuk berbuat maksiat.

C. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam 

Rukun meminjam berarti bagian pokok dari pinjam meminjam itu sendiri. Apabila ada bagian dari rukun itu tidak ada, maka dianggap batal. Demikian juga syarat berarti hal-hal yang harus dipenuhi. 

Rukun pinjam meminjam ada empat macam dengan syaratnya masing-masing sebagai berikut: 

a. Adanya Mu’iir yaitu, orang yang meminjami. Syaratnya:
1) Baligh
2) Berakal
3) Bukan pemboros
4) Tidak dipaksa
5) Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkannya. 

b. Adanya Musta’iir yaitu, orang yang meminjam.
Syaratnya:
1) Baligh
2) Berakal
3) Bukan pemboros
4) Mampu berbuat kebaikan. Oleh sebab itu, orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam.
5) Mampu menjaga barang yang dipinjamnya dengan baik agar tidak rusak. 
6) Hanya mengambil manfaat dari barang dari barang yang dipinjam. 

c. Adanya Musta’aar yaitu, barang yang akan dipinjam.
Syaratnya:
1) Barang yang akan dipinjam benar-benar miliknya,
2) Ada manfaatnya
3) Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh karena itu, maka yang setelah dimanfaatkan menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan. 

d. Dengan perjanjian waktu untuk mengembalikan. Ada pendapat lain bahwa waktu tidak menjadi syarat perjanjian dalam pinjam meminjam, sebab pada hakikatnya pinjam meminjam adalah tanggung jawab bersama dan saling percaya, sehingga apabila terjadi suatu kerusakan atau keadaan yang harus mengeluarkan biaya menjadi tanggung jawab peminjam

Hadis Nabi Saw. yang artinya:
“Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang-orang yang menanggung sesuatu harus membayar.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi) 

e. Adanya lafaz ijab dan kabul, yaitu ucapan rela dan suka atas barang yang dipinjam.
1) Lafaz ijab dan kabul dapat dimengerti oleh kedua belah pihak
2) Lafaz ijab dilanjutkan dengan kabul Pinjam-meminjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang memilikinya. Pinjam-meminjam juga berakhir apabila salah satu dari kedua pihak meninggal dunia atau gila. 

Barang yang dipinjam dapat diminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meinjam bukan merupakan perjanjian yang tetap. Jika terjadi perselisihan pendapat antara yang meminjamkan dan yang meminjam barang tentang barang itu sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjam dikuatkan dengan sumpah. 

Hal ini didasarkan pada hukum asalnya, yaitu belum dikembalikan. 

D. Tanggung Jawab dalam Pinjam Meminjam

Ketika seseorang meminjam barang sedangkan pemiliknya tidak memberikan batasan-batasan atau ketentuan tertentu dalam pemakaiannya, maka peminjam boleh memakai barang tersebut untuk keperluan apa pun yang dibenarkan secara ‘urf (kebiasaan). Dengan kata lain, peminjam bebas menggunakannya untuk tujuan apa pun selama penggunaannya masih dalam batas kewajaran. 

Hal ini senada dengan kaidah fiqih:

“Sesuatu yang dianggap sebagai kebiasaan kedudukannya seperti syarat.”
Contohnya, seseorang meminjam mobil sedan kepada temannya. Selama temannya itu tidak memberikan batasan atau ketentuan pemakaian, si peminjam boleh menggunakannya untuk keperluan apa pun, selama itu dianggap sebagai pemakaian wajar. Contohnya dipakai untuk jalan-jalan, mengantar teman dan lain-lain. Tetapi peminjam tidak boleh menggunakan mobil tersebut untuk mengangkut beras misalnya, atau mengangkut hewan qurban. Karena, secara ‘urf hal tersebut sudah keluar dari batas kewajaran.

Jika pemilik barang memberikan syarat atau batasan-batasan tertentu dalam pemakaian barangnya, maka peminjam harus patuh terhadap syarat tersebut. Jika tidak, si peminjam dianggap sebagai ghasib. Contohnya, pemilik mobil hanya memperbolehkan mobilnya dipakai di dalam kota, atau hanya siang hari, atau selama dua hari dan lain sebagainya. Maka peminjam tidak boleh menyelisihi apa yang disyaratkan oleh pemilik barang. Antara pemberi pinjaman dan peminjam harus selalu menjaga tanggung jawab dalam pinjam meminjam antara lain:

a. Tanggung Jawab Pemberi Pinjaman.
1) Menyerahkan atau memberikan benda yang dipinjam dengan ikhlas dan suka rela.
2) Barang yang dipinjam harus barang yang bersifat tetap dan memberikan manfaat yang halal.
3) Tidak didasarkan atas riba.

b. Tanggung Jawab Peminjam.
1) Harus memelihara benda pinjaman dengan rasa tanggung jawab.
2) Dapat mengembalikan barang pinjaman dengan tepat.
3) Selama barang itu ada pada peminjam, tanggung jawab berada padanya.
4) Memanfaatkan barang sesuai dengan perjanjian tanpa merusaknya.
5) Tidak meminjamkan barang pinjaman pada orang lain, kecuali mendapat izin dari pemilik barang.
6) Apabila barang pinjaman rusak, peminjam wajib memperbaiki atau menggantinya.
7) Apabila barang pinjaman memerlukan ongkos angkutan atau biaya perawatan, maka biaya tersebut ditanggung oleh peminjam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw. َyang artinya: 

Dari Samurah,”Nabi Saw. Telah bersabda, Tanggung jawab barang yang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu.” (lima ahli hadis selain an-Nasai) 

8) Pinjaman yang disertai jaminan waktu mengembalikan barang harus membayarnya. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw. 

Dari Abi Umamah berkata saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: pinjaman harus dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar. (HR. atTirmizi)

E. Hikmah Pinjam Meminjam 

Adapun hikmah dari Pinjam Meminjam yaitu : 

Bagi peminjam
a. Dapat memenuhi kebutuhan seseorang terhadap manfaatsesuatu yang belum dimiliki.
b. Adanya kepercayaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ia sendiri tidak memilikinya.

Bagi yang memberi pinjaman
a. Sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya.
b. Allah akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur.
c. Membantu orang yang membutuhkan.
d. Meringankan penderitaan orang lain.
e. Disenangi sesama serta di akherat terhindar dari ancaman Allah dalam surah alMa’un ayat 4-7.

Secara umum Pinjam Meminjam terdapat hikmah sebagai berikut:
a. Wujud mensyukuri nikmat Allah Swt.
b. Melatih diri agar tidak bersifat kikir bagi orang yang meminjamkan barang.
c. Melatih diri untuk bersikap tanggung jawab terhadap barang yang dipinjamkan bagi peminjam.
d. Mempererat hubungan silaturahmi.
e. Dapat meringankan beban orang lain

Terimakasih atas kunjungannya, untuk dapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI

atau gabung Group kami;

Youtube ;(Klik DISINI)
WA 1 ; (Klik DISINI)
WA 2 ; (Klik DISINI)
WA 3 ; (Klik DISINI)
Telegram ; 
(Klik DISINI)
Bip ; 
(Klik DISINI)

    Ùˆ ØµÙ„Ù‰ على سيدنا محمد Ùˆ على أله
     Ùˆ صحبه أجمعين
    ثم السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

    Protected by Copyscape
    0 Comments

    Tidak ada komentar:

    Translate

    Artikel Terbaru

    Ini Cara Kemenag Akselerasi PPG dan Tingkatkan Kesejahteraan Guru Madrasah

      Dirjen Pendidikan Islam Abu Rokhmad السلام عليكم Ùˆ رحمة الله Ùˆ بركاته بسم الله Ùˆ الحمد لله اللهم صل Ùˆ سلم على سيدنا محمد Ùˆ على أله  Ùˆ صحبه...

    Powered by BeGeEm - Designed Template By HANAPI