Breaking News

16 Maret 2021

"Luqathah (Barang Temuan)" - Materi Fikih MI


السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
بسم الله و الحمد لله
اللهم صلى على سيدنا محمد و على أله
 Ùˆ صحبه أجمعين

Salam Sahabat Hanapi Bani.

Dalam kehidupan manusia seperti saat sekarang ini, banyak manusia yang tergesa-sega dalam melakukan aktivitas sehingga seringkali manusia menjatuhkan barang mereka tanpa disadari. Ada juga kasus mengenai tentang ditemukannya hewan peliharaan yang terlepas dan tersesat di suatu tempat. Dengan hal seperti itumungkin pernah kita alami. Kemudian jika barang yang hilang tersebut ditemukan seseorang, apakah barang tersebut boleh diambil dan apakah hukumnya bagi yang menemukannya. 

Islam telah mengatur hukum mengenai barang temuan yakni Luqathah, yang terdapat di dalam hadis-hadis Nabi secara jelas mengenai batasan-batasannya, Namun banyak dari kita belum mengetahui ketentuan dalam memperlakukan luqathah (barang temuan) itu.

Luqathah (Barang Temuan) 

Islam adalah agama yang mulia dan memiliki kesempurnaan paripurna, mengapa demikian, karena segala lini kehidupan para pemeluknya sudah diatur dengan sangat rinci, mulai dari kita bangun tidur sampai akan tidur lagi sudah ada pedoman tertulis yang mengaturnya baik yang bersifat wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Pedoman ini harus dipatuhi karena sudah ditetapkan oleh syariat Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Mengerjakan atau meninggalkannya tentu akan ada konsekuensi yang dijalani sesuai hukum syara’. Sebagai umat Islam kita wajib mengikuti aturan-aturan agama, untuk mengikutinya tentu kita harus tahu dan memahami satu perkara yang akan kita kerjakan atau tinggalkan yaitu dalil hukum yang mengaturnya.

A. Pengertian Luqathah (Barang Temuan)

Barang temuan dalam bahasa arab disebut alLuqathah, sedangkan menurut bahasa (etimologi) artinya ialah: “Sesuatu yang ditemukan atau didapat”. Menurut Syaikh Ibrahim al-Bajuri, alLuqathah ( barang temuan ) ialah : “Nama untuk sesuatu yang ditemukan”

Sedangkan menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan alLuqathahsebagaimana yang dikenalkan oleh para ulama adalah sebagai berikut: 

a. Muhammad al-Syarbini al-Khatib berpendapat bahwa yang dimaksud dengan alLuqathah ialah:
“Sesuatu yang ditemukan atas dasar hak yang mulia, tidak terjaga dan yang menemukan tidak mengetahui mustahiqnya” .

b. Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Syaikh Umairah berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan al Luqathah ialah:
“Sesuatu dari harta atau sesuatu yang secara khusus semerbak ditemukan bukan di daerah harby, tidak terpelihara, dan tidak dilarang karena kekuatannya, yang menemukan tidak mengetahui pemilik barang tersebut.”

c. Al-Imam Taqiy al-Din Abi Bakr Muhammad al-Husaini bahwa alLuqathah menurut syara’ ialah:
“Pengambilan harta yang mulia sebab tersia-siakan untuk dipeliharanya atau dimilikinya setelah diumumkan.”

d. Syaikh Ibrahim al-Bajuri, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan alLuqathah ialah:
“Sesuatu yang disia-siakan pemilinya, baik karena jatuh, lupa, atau yang seumpamanya.”

e. Idris Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud alLuqathah ialah sesuatu barang yang ditemukan karena jatuh dari tangan pemiliknya dan yang menemukan tidak mengetahui pemilik barang yang ditemukan.

Dari pengertian-pengertian yang dijelaskan oleh para ulama, secara umum dapat diketahui bahwa yang dimaksud Al-Luqathahialah memperoleh sesuatu yang tersia-siakan dan tidak diketahui pemiliknya. 

B. Hukum Luqathah (Barang Temuan)

Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya, hukum pengambilan barang temuan antara lain sebagai berikut:

a) Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

b) Sunnah, yakni sunnah mengambil benda-benda temuan bagi penemunya, apabila penemu percaya pada dirinya bahwa ia akan mampu memelihara benda-benda temuan itu dengan sebgaimana mestinya, tetapi bila tidak diambil pun barang-barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau tidak akan diambil oleh orangorang yang tidak dapat dipercaya.

c) Makruh, bagi seseorang yang menemukan harta, kemudian masih ragu-ragu apakah dia akan mampu memelihara benda-benda tersebut atau tidak dan bila tidak diambil benda tersebut tidak dikhawatirkan akan terbengkalai, maka bagi orang tersebut makruh untuk mengambil benda-benda tersebut.

d) Haram, bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara barang tersebut. Hukum memungut luqathah haram jika berada di kawasan tanah haram (Mekkah) Apabila seseorang memungut luqathah dengan berniat memilikinya, dia harus mengganti karena dia telah bertindak lalai. Hal ini sesuai dengan hadis yang artinya;
“Barang yang jatuh di Tanah Haram Mekah tidak halal kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

e) Jaiz atau Mubah, Jika luqathah ditemukan di bumi tak bertuan atau di jalan yang tidak dimiliki seseorang atau di selain tanah haram Mekkah. Didalam kasus semacam ini, seseorang diperkenankan memilih antara memungut luqathah untuk dijaga dan dimiliknya setelah luqathah diumumkan, atau membiarkannya. Namun lebih diutamakan memungut luqathah jika dia percaya mampu menangani berbagai persoalan yang berkenaan dengan luqathah. 

C. Rukun Luqathah (Barang Temuan)

Sebagaimana hukum Islam lainnya luqathah pun memiliki rukun-rukun yang harus terpenuhi, rukun luqathah ada dua yaitu:

1) Orang yang mengambil (orang yang menemukan) 

Ketika ada orang yang mengambil barang tersebut maka pada saat itu juga barang tersebut berstatus luqathah artinya barang yang masih tercecer dan tidak ada yang mengambil itu belum termasuk luqathah. 

Orang yang menemukan boleh orang yang sudah baligh, atau belum, muslim atau non muslim fasiq atau bukan, barang tersebut itu dari dalam tanah liar, atau ditengah jalan, maka ia boleh memungutnya atau tidak, namun diutamakan dia memungutnya, kalau nantinya dapat dipercaya dalam menangani barang temuan itu , dan kalau dia tidak memungut barang itu, berarti dia tidak menanggung kewajiban atas barang temuan itu. 

Jika yang mengambil adalah orang yang tidak adil atau tidak jujur, hakim berhak mencabut barang itu dan memberikannya kepada orang yang adil dan dipercaya. Begitu pula jika yang mengambilnya adalah anak kecil, hendaklah perkara tersebut diurus oleh walinya .

2) Bukti barang temuan

Terdapat bermacam-macam barang yang dapat dikategorikan sebagai luqathah yang dapat ditemukan oleh manusia.

D. Macam-Macam BendaTemuan

Terdapat macam-macam benda yang dapat ditemukan oleh manusia, macam-macam benda temuan itu adalah sebagai berikut:

1. Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama seperti emas, perak, dan jenis barang berharga dan kekayaan lainnya. Barang semacam ini wajib diumumkan dengan menerangkan enam macam perkara, wadah, tutup, tali pengaman, jenis barang, jumlah dan berat barang, serta dia harus menaruhnya di tempat penyimpanan yang layak. Sewaktu mengumum-kannya nanti hendaklah sebagian dari sifat-sifat itu diterangkan dan jangan semuanya agar tidak tidak terambil orang-orang yang tidak berhak

“Dari Zaid bin Khalid Al-Juhanny ra., dia berkata, ‘Rasulullah saw. pernah ditanya tentang menemukan emas atau perak yang tercecer. Maka beliau menjawab, ‘Umumkanlah beserta wadah dan talinya, kemudian umumkanlah selama setahun. Jika tidak ada yang mengambilnya, maka gunakanlah ia dan hendaklah dianggap sebagai barang titipan. Jika pada saat tertentu orang yang mencarinya datang, maka serahkanlah ia kepadanya.” (HR. Bukhari Muslim)

b. Benda-benda yang tidak bertahan lama dan tidak dapat diawetkan,seperti makanan sejenis kurma basah yang tidak dapat dikeringkan, sayuran, berbagai jenis makanan siap saji, buah-buahan dan sebagainya. Penemu diperkenenkan memilih antara mempergunakan barang itu, asal dia sanggup menggantinya apabila bertemu dengan yang punya barang; atau ia jual, uangnya hendaklah di simpan agar kelak dapat diberikan kepada pemiliknya bila bertemu.

c. Benda-benda yang tidak tahan lama, kecuali melalui proses penanganan tertentu. Seperti susu apabila dibuat keju. Yang mengambil hendaklah memperhatikan yang lebih berfaedah bagi pemiliknya (dijual ataukah dibuat keju).

d. Benda-benda yang memerlukan perbelanjaan, seperti binatang ternak. Luqathah jenis ini terdiri dari dua macam :

1. Binatang yang kuat; berarti dapat menjaga dirinya sendiri terhadap binatang yang buas, misalnya unta, kerbau, atau kuda. Binatang seperti lebih baik dibiarkan saja. Dan jangan diambil. Sabda Rasulullah saw. َyang artinya:
“Dari Zaid bin Khalid, “Seseorang telah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang keadaan unta yang tersesat. Rasulullah Saw menjawab, “Biarkan sajalah, tak usah engkau pedulikan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Binatang yang lemah, tidak kuat menjaga dirinya terhadap bahaya binatang yang buas. Binatang seperti ini hendaklah diambil. Sesudah diambil diharuskan melakukan salah satu dari tiga cara:

a. Disembelih, lalu dimakan, dengan syarat sanggup membayar harganya apabila bertemu dengan pemiliknya.
b. Dijual dan uangnya disimpan agar dapat diberikannya kepada pemiliknya.
c. Dipelihara dan diberi makan dengan maksud menolong semata – mata. Sabda Raulullah Saw. yang artinya;
“Dari Zaid bin Khalid, “Seseorang telah bertanya kepada Rasulullah Saw. Tentang keadaan kambing yang sesat.Beliau menjawab, Ambillah olehmu kambing itu, karena sesungguhnya kambing itu untukmu, kepunyaan saudaramu, atau tersia sia termakan serigala.” (HR. Bukhari dan Muslim).

E. Mengenalkan Benda Temuan (Luqathah)

Wajib bagi orang yang menemukan sesuatu dan mengambilnya untuk mengamati tanda-tanda yang membedakannya dengan benda-benda lainnya, baik berbentuk tempatnya atau ikatannya demikian pula yang berhubungan dengan jenis dan ukurannya, baik ditimbang, ditakar, maupun diukur.

Penemu dan pengambil barang yang ditemukan berkewajiban pula memelihara benda-benda temuannya sebagaimana memelihara bendanya sendiri.

Setelah 2 kewajiban tersebut, dia juga berkewajiban, mengumumkan kepada masyarakat, dengan berbagai cara, baik dengan pengeras suara, radio, televisi, surah kabar, atau media masa lainnya

Cara mengumumkannya tidak mesti tiap hari, tetapi boleh satu kali atau dua kali dalam seminggu, kemudian sekali sebulan, dan terakhir dua kali setahun.

Waktu-waktu untuk mengumumkan berbeda-beda karena berbeda-beda pula benda yang ditemukan, apabila benda yang ditemukan sepuluh dirham ke atas, hendaknya masa pemberitaannya sela satu tahun, bila harga yang ditemukan kurang dari harga tersebut, boleh diberitahukan selama tiga atau enam hari. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tabrani bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya;
“Barang siapa yang memungut suatu barang tercecer yang sedikit, misalnya seutas tali, satu dirham, atau yang seumpamanya, maka hendaklah diberitahukan selama tiga hari jika khawatir, maka beritahukan selama setahun, jika pemiliknya datang, maka kembalikanlah, jika selama itu pemiliknya tidak datang hendaklah dishadaqahkan.“ (HR. Ahmad).

Menurut hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud dari Jabir ra. berkata:
“Rasulullah saw memberi keringanan kepada kami mengenai penemuan tongkat, cambuk, tali, dan sebagainya yang dipungut seorang supaya di mamfaatkannya (dipergunakan).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Rasulullah Saw, pernah ditanya tentang benda-benda yang ditemukan di jalan Amirah, beliau berkata: 
“Beritahukanlah selama satu tahun, jika kau temui pemiliknya serahkanlah kepadanya, jika tidak maka itu menjadi milikmu.”

Berdasarkan hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud dari Jabir ra. bahwa benda-benda temuan yang harganya tidak mahal, seperti tali, cambuk, dan sejenisnya tidak usah diumumkan kepada khalayak luas.

Karena barang tersebut barang yang kecil atau remeh nilainya, maka dari itu tidak usah diumumkan. Tolak ukurnya yaitu Syekh Abdullah Al-Jibrin ra. mejelaskan salah satu tolak ukurnya, “Jika hilang, maka pemiliknya biasanya tidak berusaha mencarinya dan tidak menaruh perhatian padanya.

Contoh: 

Jadi pada kasus jika kehilangan, uang Rp 5000,- di saat ini bisa dikatakan remeh dan kurang bernilai, jika kita kehilangan uang Rp.5000,-, maka kita tidak datang ke tempat perkiraan hilang dan kita tidak peduli karena nilainya kecil. Mengenai barang temuan yang berbentuk makanan tidak perlu diperkenalkan (diumumkan) selama satu tahun, cukup diperkenalkan selama diduga kuat adanya kemungkinan bahwa pemiliknya tidak lagi menuntutnya. Penemu boleh memanfaatkan barang itu bila tidak diketahui pemiliknya. 

F. Hikmah adanya barang temuan

Adapun hikmah yang dapat diambil dari ketentuan pemungutan terhadapbarang temuan ini adalah:

  • a. Sebagai pengamanan (menyelamatkan) barang yang tidak diketahui pemiliknya. b. Menghormati hak milik orang dan memisahkannya dari hak milik pribadi.
  • c. Mendidik untuk berlaku jujur dan percaya diri, terutama bagi yang menemukan barang.
  • d. Menumbuhkan rasa solidaritas (rasa kesetiakawanan) dalam hidup bermasyarakat
  • e. Membahagiakan orang yang kehilangan barang apabila barangya itu ditemukan, kemudian diserahkan kepadanya.
  • f. Jika kemungkinan pemiliknya tidak datang, dapat dimanfaatkan bahkan pada akhirnya akan menjadi hak miliknya.

Terimakasih atas kunjungannya, untuk dapatkan pemberitahuan langsung mengenai artikel terbaru di facebook silakan klik suka pada halaman kami HANAPI BANI

atau gabung Group kami;

Youtube ;(Klik DISINI)
WA 1 ; (Klik DISINI)
WA 2 ; (Klik DISINI)
WA 3 ; (Klik DISINI)
Telegram ; 
(Klik DISINI)
Bip ; 
(Klik DISINI)

    Ùˆ ØµÙ„Ù‰ على سيدنا محمد Ùˆ على أله
     Ùˆ صحبه أجمعين
    ثم السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

    Protected by Copyscape


    0 Comments

    Tidak ada komentar:

    Translate

    Artikel Terbaru

    Ini Cara Kemenag Akselerasi PPG dan Tingkatkan Kesejahteraan Guru Madrasah

      Dirjen Pendidikan Islam Abu Rokhmad السلام عليكم Ùˆ رحمة الله Ùˆ بركاته بسم الله Ùˆ الحمد لله اللهم صل Ùˆ سلم على سيدنا محمد Ùˆ على أله  Ùˆ صحبه...

    Powered by BeGeEm - Designed Template By HANAPI