Breaking News

10 Agustus 2019

Pesantren Tolak Objek Wisata di Batu Benawa HST, Apasih Alasannya?


Tak semua tempat wisata swadaya disambut dengan baik. Di Desa Baru Kecamata Batu Benawa, objek wisata swadaya yang rencananya akan digarap oleh masyarakat setempat mendapat penolakan dari Pondok Pesantren Al Anwar Desa Batu Tunggal.
Penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Pengasuh Pondok Pesantren H Syarkawi, menilai bahwa keberadaan tempat wisata yang lokasinya berseberangan dengan pesantren dapat menghambat kegiatan Pondok Pesantren.
“Pondok pesantren yang kami kelola, khusus menangani para pecandu narkoba. Perlu perhatian khusus. Kalau dibangun tempat wisata, kami khawatir penanganan tidak dapat berjalan maksimal,” urai H Syarkawi yang menambahkan pesantren juga menggunakan sungai itu untuk keperluan santri
Penolakan yang datang lantas menimbulkan polemik. Pesantren dan masyarakat sendiri tidak berada di satu Kecamatan yang sama. Kecamatan yakni Batu Benawa dan Hantakan dibatasi oleh sungai besar yang sama-sama digunakan oleh kedua belah pihak.
Tak ingin konflik kian meruncing, pemerintah Kabupaten HST melalui jajarannya pun membuka ruang mediasi antara masyarakat RT 8 Desa Baru dan pihak Pondok Pesantren. Mediasi pertama, berlangsung di kantor Kecamatan setempat, pada 11 Juli lalu.
Meski, belum ada solusi konkret terkait permasalahan tersebut, namun kedua pihak sepakat bahwa selama dua bulan ke depan, pembangunan objek wisata tak akan dilanjutkan.
“Nyatanya, sepuluh hari setelah pertemuan itu, pembangunan tetap berjalan. Makanya saya laporkan langsung ke Bupati,” sesal H Syarkawi, Kamis (1/8) lalu. Dari laporan H Syarkawi, itu Bupati HST Ahmad Chairansyah menginstruksikan kepada jajarannya untuk menggelar kembali mediasi.
Mediasi kedua pun digelar kemarin (5/8) di Auditorium Kantor Bupati HST. Dari pertemuan tersebut, Bupati HST, yang diwakili oleh Asisten Bidang Pemerintahan, Ainur Rafiq, mencoba memberikan beberapa poin penyelesaian mengingat objek wisata di RT 8 Desa Baru sudah terlanjur berjalan pembangunannya.
Di antara solusi yang dikemukakan, salah satunya yakni dengan uji coba menjalankan tempat wisata selama tiga bulan, dengan catatan lebih menekankan etika khususnya dalam hal berpakaian. Mengingat lokasinya, hanya dipisah sungai dengan Pondok Pesantren.
Solusi lainnya, masyarakat RT 8 Desa Baru, melakukan kerja sama dengan pihak pesantren, atau solusi lainnya yakni memindah tempat wisata hingga bekerja sama dengan pengelola tempat wisata yang ada sebelumnya.
Terkait solusi yang pertama, masyarakat RT 8 Desa Baru yang diwakili oleh Marjuki, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menerima hal tersebut. Karena dikhawatirkan, masyarakat malah enggan berkunjung. Kemudian, jawaban dari solusi kedua yakni melakukan kerja sama, keengganan datang dari H Syarkawi.
“Silakan kerja sama dengan Pondok Pesantren, tapi saya tidak ingin mengurusi. Silakan urus sendiri. Di Pesantren juga banyak yang diurus, masa harus mengurusi itu lagi. Tolong salah satu yang hadir di sini saja yang mengurusnya,” ucap H Syarkawi.
Dia juga menambahkan, lebih baik dirinya mengalah atau mundur daripada ke depan bakal kacau. Dia juga mengatakan bahwa sudah mengupayakan jalan keluar atas persoalan ini agar semua pihak bisa sama-sama membantu menyelesaikan.
Kemudian, untuk tanggapan solusi lainnya, yakni pemindahan tempat objek wisata atau bekerja sama dengan pengelola tempat wisata setempat, Marjuki, mengungkapkan tak mungkin berurusan dengan para pemilik lahan lain, pastinya mereka tidak ingin lahannya diutak atik.
“Selain itu, bila berpindah tempat, lahan parkir luas dan akses jalan juga tidak memungkinkan. Sementara bila bekerja sama dengan pengelola wisata lain, jelas tidak mungkin karena bisa berpengaruh terhadap pendapatan mereka,” ucapnya.
Dia lantas juga memberikan usul kepada Pemerintah setempat, agar wilayah sungai dibangunkan pagar pembatas khusus, kalau memang pesantren merasa terganggu dengan adanya tempat wisata yang dibangun swadaya itu.
Walhasil, pada pertemuan itu juga masih belum ada solusi konkret. Perwakilan masyarakat RT 8 Desa Baru dan pihak Pesantren Al-Anwar, sama-sama bersikeras dengan pendapatnya masing-masing. Ainur Rafiq sebagai penengah dari pemda kemudian mengusulkan kembali agar hal ini kembali dibicarakan nantinya di tingkat Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika).
Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Wahyudi Rahmad, mengatakan pihaknya juga tak bisa memberikan solusi. “Kalau ada masalah, maka masalahnya diselesaikan dulu. Baru kemudian, berbicara soal pariwisatanya,” ucapnya.
Radar Banjarmasin sendiri berkunjung ke kawasan objek wisata yang dibangun masyarakat di RT 8 Desa Baru, Kamis (1/8). Fasilitasnya baru tampak setengah jadi. Ada pagar pembatas yang dibuat dari bambu, kursi, hingga jembatan kecil yang disangga bebatuan.
Panorama alam di kawasan tersebut memang indah. Objek wisata ini juga mengandalkan aliran sungai dangkal, tak jauh berbeda dengan Riam Bajandik dan Pulau Mas. Selain dua tempat wisata tersebut, di Kecamatan Batu Benawa juga ada tempat wisata lainnya yakni Limbuhang Haliau dan Baruh Bunga.
“Kami juga ingin, RT 8 ini ramai dikunjungi wisatawan. Seperti yang berkunjung ke Riam Bajandik dan Pulau Mas. Untuk objek wisata di sini nanti, rencananya mau dinamai Satajau Indah. Semoga saja ke depan ada jalan keluar yang benar-benar bisa diterima kedua belah pihak,” tuntas salah seorang warga RT 8, Desa Baru yang tak ingin namanya dikorankan.
0 Comments

Tidak ada komentar:

Translate

Artikel Terbaru

Kumpulan Kunci Jawaban - Pelatihan Deteksi Dini 1: Analisa Faktor Konflik - Pintar Kemenag

           السلام عليكم و رحمة الله و بركاته بسم الله و الحمد لله اللهم صل و سلم على سيدنا محمد و على أله  و صحبه أجمعين Salam Sahabat  Hana...

Powered by BeGeEm - Designed Template By HANAPI